Sunday, November 16, 2008

Pelantikan sabuk hijau di Sealine





PENYEMATAN SABUK HIJAU DI SEALINE BEACH, QATAR 25 OKTOBER 2008

Hari Sabtu pukul 14.00 kita kumpul di KBRI (Meeting point awal) untuk bersama-sama konvoi menuju Sealine Beach (sekitar 60 KM dari kota Doha0. Kita briefing sebentar mengenai acara teknis daripada penyematan sabuk hijau bagi anggota baru yang belum dapat sabuk Hijau.

Peserta yang dilantik ada 7 orang, terdiri dari Bapak Chamsana Bachtaruddin, Sdr Heru Sahrudin, sdr Ega Felgra, sdr Reja Gajaprawira, sdri Julita Pratiwi, sdri Nadya Tamara Yasmeen dan Sdr Donny Dewandhito.

Tepat pukul 14:30 rombongan yang terdiri dari sekitar 8 mobil berangkat iring-iringan menuju lokasi dan tiba sekitar 1 jam kemudian, tepatnya 15:30. Tiba di lokasi kita persiapan sebentar untuk seterusnya dilakukan jalan kaki sekitar 500 meter sampai ketempat lokasi.

Sesampainya di lokasi kita langsung mengadakan acara penyematan sabuk, dimulai MC oleh Ustad Adjat (wkl Ketua PGB Qatar), kemudian acara pembacaan mukadimah guru besar oleh sdr Agus Heru, dilanjutkan penyematan sabuk Hijau kepada 7 orang anggota Warga Persatuan yang dilakukan oleh Penasehat PGB (Bapak HM Rozy Munir) dan sdr Beny Sya'af (perintis PGB Qatar). Selanjutnya diadakan sambutan baik oleh sdr Beny Sya'af dan Bapak HM Rozy Munir. Kemudian diakhiri pembacaan doa oleh Ustad Agus Mulyana.

Setelah acara penyematan dilakukan, kita melakukan pembukaan lingkaran sekaligus pembacaan Sumpah Warga Persatuan dan diteruskan oleh lari2 kecil ke atas gurun.

Acara terakhir kita melakukan pemanasan di tepi pantai (sekitar 100-200 meter dari gurun), dimulai dari pahong, tendangan besi 3/4, taima dan tebangan sampai kita mencoba melakukan gerakan KOLOSAL. Diakhiri dengan penutupan lingkaran dan makan-makan tentunya di pinggir pantai.

Demikian sekilas acara penyematan sabuk hijau bagi anggota baru PGB Qatar.

Selamat Bergabung dan Selamat Menikmati Latihan Ala PGB.

Salam Perguruan,

Pengurus PGB Qatar

Profil Guru Besar

SUHU BESAR SUBUR RAHARDJA




Subur Rahardja lahir pada tanggal 4 april 1925 dengan nama Lim Sin Tjoei dari seorang ayah bernama Lim Kim Bauw. Subur Rahardja sejak kecil telah dididik berdisiplin keras. Berasal dari keluarga pesilat, sejak usia 6 tahun belajar silat langsung dari ayahnya dan dari bapak Gusti Agung Gede Agung Djelantik Balewangse (guru ayahnya) serta dari beberapa orang guru silat ternama, seperti Sutur, Bapak Mada (anak didik Mbah Sair dari kampung baru kalibata dan Haji Dulhamid dari Tarikolot Cimande), Tjong Kim Nji, Liu Tay Chi (yang banyak mengajar jurus bangau), Bapak Sabuy. Hal ini dilakukan sampai beliau berumur 25 tahun. Ilmu yang dipelajari adalah ilmu gabungan yang kemudian diambil intinya. Ilmu yang banyak mempengaruhi gerakannya adalah Kungfu Shaolin Selatan dan beberapa aliran Pencak Silat. Ditambah lagi ia senang mengamati alam sehingga gerakan-gerakan beladirinya lebih banyak mengambil prinsip dari alam. Gerakan yang diperoleh diramu menjadi jurus-jurus seperti jurus bangau, macan, ular, monyet, ayam hutan, dan burung merak.


Setelah menarik minat dari rekan-rekan sekelilingnya, maka beliau mencetuskan gagasan untuk membentuk suatu wadah yang diberi nama Persatuan Gerak Badan disingkat PGB dengan lambang Bangau Putih. Ternyata gagasan ini direstui oleh ayah beliau beserta The Hong Kie dan Tjio Swie Hong. Maka pada tanggal 25 desember 1952 secara resmi lahirlah Perguruan Silat Persatuan Gerak Badan dengan lambang Bangau Putih, dan diangkatlah Bapak Mada sebagai sesepuh perguruan. Bangau Putih diambil lambang karena berwarna putih bersih, lemah gemulai, tenang, suka berkumpul dan hidup di lima alam.


Sejak saat itu beliau mulai mengajarkan ilmu silatnya, dan mula mengangkat murid angkatan pertama dengan jumlah 18 orang yang masih dilingkungan keluarga, di antaranya adalah Hardja Lugina, Jo Tjin Kie, Tan Sing Kun, Tjun Liong, Tang Kong Hwa, Ong Kiat Hoey, Jhon Atmadja dan lainnya.


Lama kelamaan perguruan ini berkembang dengan pesat dan makin banyak menarik minat masyarakat luas. Pada tahun 1954 karena kurang memadai tempat latihan maka tempat latihan dari Pakulitan Lebak Pasar dipindahkan ke Gedong Dalam Bogor di Jalan Surya Kencana. Dengan tempat latihan yang lebih memadai membuat perguruan ini berkembang dengan cepat dan mempunyai banyak anggota. PGB Bangau Putih merupakan salah satu perguruan yang pertama kali melakukan pembauran tanpa memandang suku, ras, dan agama. Hal ini dilandasi dengan falsafah perguruan yaitu cinta kasih dan persaudaraan.


Dua tahun setelah berdiri(1954), PGB Bangau Putih bergabung dengan anggota PPSI, dant ahun 1976 PGB Bangau Putih resmi menjadi anggota IPSI Bogor dan turut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh IPSI.


Sejak tahun 1967 tempat latihan dipindahkan ke Kebon Jukut No.1 Bogor, hal ini berlangsung hingga sekarang, dan sejak itu perguruan PGB Bangau Putih semakin berkembang. Subur Rahardja berpendapat bahwa pada suatu saat perguruan ini harus diwariskan kepada murid-muridnya. Maka berlandaskan pendapat itu maka beliau memutuskan untuk membentuk 18 pewaris yang biasa disebut Sin Pay Touw Tee huruf Ban dan ini terjadi pada tahun 1972. Pada tahun 1974 membentuk blok 41 yang disebut dengan warga perguruan, dan selanjutnya pada tahun 1978 membentuk Sin Pay Touw Tee huruf Goan.


Setelah beliau wafat, PGB Bangau Putih selanjutnya dipimpin oleh anaknya, Gunawan Rahardja, yang selain menekuni ilmu silat yang juga terjun dalam dunia pengobatan







Source: PGBBPBINUS.TRIPOD.COM

Thursday, November 13, 2008

About Persatuan Gerak Badan BANGAU PUTIH


Persatuan Gerak Badan, (PGB Bangau Putih), is a martial art school and community association that was founded in Bogor, West Java in 1952 by the late Suhu Subur Rahardja (while alive, known as Suhu. Now known as Suhu Subur or Suhu Almarhum).

Born in 1925 to a martial arts family in Bogor, West Java, Suhu Almarhum became a student of Silat from a very tender age. Suhu's uncle and first teacher, Liem Kim Bouw, was a martial arts master and respected healer. Later, Suhu Almarhum studied under several other martial arts masters who came to live with his uncle during times of difficulty in Asia in the 1930s and 40s. Suhu Almarhum demonstrated prodigious talent for the martial arts from a very early age. He also demonstrated the extraordinary discipline necessary to learn various styles and to endure the rigorous years of study of martial arts often taught only in monasteries. According to one of Suhu Almarhum's most famous teachers, Gusti Gedeh Agung Jelanktik Baliwangsa, the former King of Lombok, he had mastered the external form of martial arts by the age of twenty. Suhu Almarhum then went on to master the internal styles as well. It is said that the current White Crane Silat style taught by PGB represents Suhu Almarhum's synthesis of four martial arts styles with that of his original clan style of kun tao.

In the 1970s, young men and women from the west came to study Pencak Silat PGB Bangau Putih (White Crane Silat) in Bogor under Suhu Almarhum. Inspired by their commitment and interested in achieving a wider audience for his art, Suhu Almarhum began to travel to the West to teach. Soon PGB Bangau Putih (White Crane Silat) branches began to crop up in Germany, France, and the United States. Enthusiastic students often traveled to Bogor to train under Suhu in Indonesia and some of Suhu Almarhum's senior students traveled to the Western countries to provide instruction. The White Crane Silat Center in Bogor began to take on a very international flavor with students from all over the world coming to stay and train for a few weeks to a few years.

Suhu Almarhum died in 1986 leaving the care of PGB to his son, and a Master in his own right, Suhu Gunawan Rahardja. Gunawan, the current Suhu (Grandmaster) of White Crane Silat, has continued and expanded upon his father's work.

The full name of the school is Perguruan Silat Persatuan Gerak Badan Bangau Putih. This translates to English as: School (Perguruan) of Martial Arts (Silat) Association (Persatuan) for Movement (Gerak) of the Body (Badan), White (Putih) Crane (Bangau). There are many branches of PGB silat in Indonesia, Germany, France, Spain, the United States, Canada, and Saudi Arabia.

The Pusat PGB Bangau Putih (Center of White Crane Silat) in Bogor continues to provide a high level of training for Indonesians and students from the world over. Every year an international retreat is held in a different host country and students come from around the globe to attend a week long intensive training seminar. Suhu Gunawan also continues the healing traditions of his uncle and father by providing traditional Asian healing practices to a wide variety of patients.

[edit] The Symbol

The Symbol of Bangau Putih is a White Crane on a blue background within around which is a red Circle separated from the blue by a yellow circle. The red has writing in blue: Persatuan Gerak Badan at the outside are two yellow circles. within the red there are two small circles, one on the left and one on the right.

The Founder, Subur Rahardja, chose the White Crane as the symbol of the school because the crane is a social animal which represents balance and grace, and only fights in self defense.

[edit] The Style

Although called Bangau Putih - White Crane, and the Symbol of the school shows this animal, the style has different animal forms (such as Macan Monyet, Naga, Ular, Bangau, Kerbau, Macan Tutul among others and non-animal forms Bambu, Angin, Lohan, Pedang to name just a few.

Movements can be very hard fighting techniques on one hand which can include difficult acrobatic skills, or less muscular movements which were designed for weaker people, or movements especially for women, internal fighting techniques and breathing to purely health-movement or Silat-Gymnastics.

Movements fall under the following general categories:

• Short Movements – Stances with punches and blocks and kicking, jumping, rolling, and falling. All of our training takes place on a wooden floor, without mats. This inspires students to perfect their technique!

• Long Movements – There are many, many Long Movements in the animal styles. They are choreographed combinations of Short Movements, with a focus on flow and the character of the animal. If the Short Movements are the notes, or the scales, the Long Movements are the melody.

• Partner Exercises – One-on-one repetition of drills. Though some are martial, like punching and blocking, others are quite the opposite and are very gentle, soothing harmonious exercises that will sooner produce a smile than a bruise. All partner exercises are focused on the development of feeling – feeling the movement and intention of one’s partner, as well as oneself.

Tui Cu (tuichu) – (controlled sparring) During Tui Cu students have the opportunity to test the martial applications of the short movements they've been practicing while trying to move in a "Silat" way. This is like improvising combinations of Short Movements with a partner; think of it as a dialogue in movement.

• Self Defense – White Crane Silat is Kung Fu, and it does take some time to become proficient. It is a great system but it must be said that to be able to fight well with Kung Fu requires many things. Among them are prodigious focus and years of dedicated practice. That being said, the greatest attributes of self defense that can be learned from Persatuan Bangau Putih are timing, awareness, and self confidence.

• The Harmony or Health Movements – Health movements are practiced with a focus on sensitivity and suppleness, as well as breath. When practiced correctly, they offer a wonderful feeling of vitality. There are some Health Movements which are done with a partner, but most of them are done by oneself. Generally one should expect to put in a few good years of dedicated workouts before they are given any movements from the Health System.

What makes this art interesting and almost unique is that it is a "complete" martial art with most aspects of the martial tradition within the style. Thus some people may practice soft meditative movements, while others are practicing hard ground techniques. The practice of throwing each other onto hard surfaces instead of mats leads to the ability to avoid shock and withstand impact. This is perhaps the least attractive aspect of the style, but the one most likely to be used. With luck most people do not get into fights, but accidents that lead to a bad fall are quite common. For people well trained in White Crane Silat, falling is not as likely to cause an injury as it is done every day.

PGB Qatar

Pada akhir tahun 2007, Perguruan Silat PGB (Persatuan Gerak Badan) Bangau Putih mulai diperkenalkan kepada Masyarakat Indonesia di Doha Qatar oleh Beny Sya'af SE., sebagai perintis Perguruan. Beny Sya'af adalah Asisten Pelatih PGB Bangau Putih Pusat yang berpusat di Bogor, Indonesia. Pada bulan Februari 2008, Beny Sya'af mulai mengajarkan gerakan dalam jurus-jurus bangau putih di lingkungan sekitar, yang hanya diikuti oleh beberapa orang saja, sebagai bagian dari kegiatan olah raga yang memang sudah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada saat itu.
Ir. Avianto Muhtadi, Pelatih, dan dr. Citra Fitri, Asisten Pelatih PGB Bangau Putih Pusat, yang sedang dalam lawatannya ke Doha Qatar, sempat pula mengajarkan gerakan dalam jurus-jurus bangau putih dan memberikan support akan berdirinya PGB.
Maka pada tanggal 18 April 2008, bersama-sama dengan Perguruan Kempo Doha Qatar, ditampilkanlah "Atraksi dan Unjuk Gerakan" dalam acara-acara formal yang diadakan oleh KBRI (Kedutaan Besar RI) Doha, bertempat di Wisma Duta dan KBRI Doha.

Pada acara pembukaan Pertandingan Olah Raga dalam rangka memperingati HUT RI ke-63 pada tanggal 6 Juni 2008, di halaman KBRI Doha, yang dihadiri oleh sekitar 300 orang masyarakat Indonesia yang bermukim di Qatar, kembali PGB Bangau Putih menampilkan "Atraksi dan Unjuk Gerakan". Hal ini menimbulkan antusiasme masyarakat, membuat masyarakat tertarik dan ingin mengenal lebih jauh tentang PGB Bangau Putih.
Karena besarnya animo dan antusiasme masyarakat Indonesia tersebut, akhirnya pada Senin malam tanggal 23 Juni 2008, PGB Bangau Putih resmi didirikan. Peresmian dilakukan oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI di Doha Qatar, yaitu Bapak HM. Rozi Munir, yang dihadiri oleh sekitar 70 orang dari berbagai element masyarakat.
Peresmian PGB, juga sekaligus ditandai dengan penyematan dan pelantikan Sabuk Hijau kepada 7 orang murid Warga Persatuan.

Berdirinya PGB di Doha Qatar mendapat respon yang positif dari Guru Besar PGB, Gunawan Rahardja, dan Pimpinan Pelatih PGB Pusat di Tugu, Bogor. Maka, atas restu Guru Besar dan Pimpinan Pelatih, serta masyarakat Indonesia, mulailah dibentuk susunan kepengurusan PGB di Doha.


Salam Perguruan,
Pengurus PGB Qatar